Judul Buku : Kisah Muram di Restoran Cepat Saji
Penulis : Bamby Cahyadi
Penerbit : GPU
Genre : Sastra / Kumcer
Genre : Sastra / Kumcer
“Kisah Muram di Restoran Cepat Saji”
(Kisah Muram) merupakan salah satu judul cerpen yang ada di dalam buku kedua karya Bamby Cahyadi (buku pertamanya "Tangan Untuk Utik"). Buku ini berisi 15 cerpen berjumlah 152 halaman.
Setelah membaca keseluruhan cerita, saya membuat kesimpulan sendiri bahwa keseluruhan tema di dalam buku ini memiliki 3 tema besar sebagai benang merah.
Setelah membaca keseluruhan cerita, saya membuat kesimpulan sendiri bahwa keseluruhan tema di dalam buku ini memiliki 3 tema besar sebagai benang merah.
1.
Tema Korupsi
Terdiri dari 3 cerpen:
-Kisah muram di restoran cepat saji (Hal. 37)
-Obsesi (Hal. 86)
-Laki-laki abu abu yang membatu (Hal. 124)
2.
Tema Mimpi
dan Imajinasi
Terdiri dari 4 cerpen:
-Mimpi-mimpi yang mengajakku tersesat (Hal. 19)
-Lelaki terperangkap dalam prangko (Hal. 97)
-Sebongkah batu es yang merindu (Hal. 116)
-Perjamuan di akhir cerita
(Hal. 134)
3.
Tema
Kematian
Terdiri dari 8 cerpen:
-Boneka menangis (Hal. 1)
-Bila senja ingin pulang (Hal. 10)
-Malaikat-malaikat yang mencintai senja (Hal. 28)
-Pak sobirin, guru mengaji (Hal. 46)
-Aku bercerita dari pesawat yang sedang terbang (Hal. 55)
-Tentang mayat yang sedang tersenyum (Hal. 65)
-Angka sepuluh (Hal. 76)
-Parit (Hal 107)
Catatan lain yang saya dapati di dalam buku
ini bahwa, Bamby Cahyadi tampak lebih berhasil menuliskan cerita yang bertema kelam dan bermain dengan kemagisan sang tokoh. Sebut
saja cerpen yang berjudul “Pak Sobirin, guru mengaji”, “Lelaki terperangkap
dalam perangko”, atau “Malaikat-malaikat yang mencintai senja”.
Selain nuansa magis, di dalam kumcer ini juga
bisa ditemukan banyak pesan moral, yang utamanya kritik sosial dan tentang korupsi.
Salah satu cerita yang paling sederhana dan
paling saya sukai karena endingnya bagus yaitu cerpen “Aku bercerita dari pesawat yang sedang
terbang”, dan rupanya cerpen itu mempunyai kelanjutan cerita pada cerpen
berikutnya yaitu cerpen yang berjudul “Tentang mayat yang sedang tersenyum”.
Walaupun cerpen ini bisa berdiri sendiri, namun keduanya jadi terasa klop jika
dibaca berkelanjutan.
Ada satu cerpen berjudul “Parit” yang saya
berpikir mungkin penulisnya terinspirasi dari kisah Nabi Nuh, namun ditulis dengan gaya berbeda.
Kelimabelas cerpen di dalam buku ini, memiliki
daya tarik masing-masing, yang telah memberi gambaran kepada saya akan
kepiawaian dan keseriusan Bamby Cahyadi dalam meramu cerita untuk menjadi bacaan
yang menarik dan saya jamin, sebagian besar cerpennya di dalam buku ini akan memberi kesan yang cukup baik bagi pembaca, dan tidak mudah untuk dilupakan.
Terima kasih kawan...
BalasHapuskami tunggu karya2 mas Bamby berikutnya.
Hapus